Workshop Busana dan Tata Rias Gaya Buleleng

Admin bulelengkab | 29 Mei 2013 | 1257 kali

Melalui busana orang dikenal asal usulnya. Melalui busana pula seseorang sering diidentifikasikan kedudukannya . Demikian terungkap dalam workshop kewanitaan hari ke dua dalam rangka Pesta Kesenian Bali ke-35 tingkat Kabupaten Buleleng yang berlangsung hari Senin pagi (27/05) di gedung Laksmi Graha. Kegiatan yang diikuti oleh ibu-ibu PKK itu dibuka oleh ketua TP.PKK Buleleng  nyonya Aries Suradnyana.
Menurut Ni Putu Karnadhi Purwatha yang membawakan makalah Busana Sembahyang ke Pura, umumnya busana adat Bali dibagi dua: busana lanang (putra)  dan istri ( perempuan) . Untuk busana putra, dijelaskan memakai kain melancingan anyotot gumi sebagai symbol  pertiwi akasa, dan nangkeb (menutup)  dari kanan yang bermakna kejantanan. Sedangkan batas kain panjang adalah sejengkal dari mata kaki. Hal lainnya yang perlu diketahui adalah saput  dengan ukuran sejengkal dari ujung kain dan nangkeb (menutup) dari kiri. Sementara itu pemakian destar yang diikatkan di kepala merupakan symbol menyatukan pikiran ke arah ke kuasaan Tuhan. Kemudian untuk busana istri antara lain memakai kain panjang dililitkan sampai batas mata kaki dari kanan ke kiri dengan nangkeb ke kiri symbol pradana. Lalu hiasan kepala, rambut diikat, di gonjer atau disanggul sebagai symbol  disatukannya pikiran. Selanjutnya memakai baju /kebaya yang disarankan tidak tembus pandang. Kemudian memakai selendang yang diikatkan di pinggang symbol mengikat hawa nafsu.
Narasumber lainnya  membawakan tema Tata Rias Pengantin Agung Khas Buleleng yang dibawakan oleh Nyonya Lin Gede Luwur. Dalam makalahnya  antara lain dipaparkan tata rias wajah memiliki patokan: 1. Warna foundation dan bedak harus putih ke kuning-kuningan; 2.Warna perona mata boleh warna apapun sesuai busana kecuali merah; 3.Alis harus melengkung indah kecil; 4. Riasan dahi harus memakai pensil alis hitam.
Selain memaparkan dalam bentuk makalah juga dilakukan praktek sehingga apa yang diuraikan mudah dimengerti.