Komang Anik Sugiani, sosok perempuan inspiratif di balik transformasi sampah menjadi berkah, dianugerahi penghargaan Kalpataru 2024. Kiprahnya sebagai Wakil Direktur III Bidang Kemahasiswaan di Politeknik Ganesha Guru Bali, tak hanya mengantarkan transformasi pengelolaan sampah di kampusnya, namun juga menginspirasi masyarakat luas.
“Penghargaan ini saya terima dalam kategori Perintis Lingkungan. Banyak yang menganggap kegigihan saya mengelola sampah ini ‘gila’, namun saya yakin, sampah bisa menjadi berharga," ungkap Sugiani dalam Bincang Komunikasi, Selasa (15/7). “
Sugiani memulai kiprahnya pada tahun 2009 dengan keyakinan bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga sebelum menyebar ke lingkungan sekitar. Pada tahun 2016, ia membentuk komunitas untuk memperluas gerakannya, karena ia menyadari bahwa kegiatan lingkungan tidak bisa dilakukan sendirian.
Pada tahun 2020, Sugiani mendirikan Yayasan Proyek YOTI Bali di Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Yayasan ini berfokus pada pengelolaan sampah menjadi barang bernilai ekonomis serta pemberdayaan anak-anak dan ibu rumah tangga.
Yayasan Proyek YOTI Bali mengelola sekitar 24,6 ton sampah plastik per tahun dengan bantuan mesin pencacah plastik dari Pertamina Foundation. Selain itu, yayasan ini juga memproduksi eco-enzyme dari sampah organik dan memberdayakan petani untuk kembali menggunakan pupuk organik. "Kami berupaya meminimalisir penggunaan bahan kimia demi kesehatan dan lingkungan yang lebih baik," kata Sugiani.
Usaha Sugiyani dalam mengelola sampah telah menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memberikan sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat. Produk-produk dari yayasan, seperti sofa dari ecobrick dan bantal dari cacahan plastik, telah dipasarkan hingga luar Bali. Yayasan Proyek YOTI Bali juga bekerja sama dengan berbagai komunitas dan pemerintah desa dalam menjalankan program grebek sampah, di mana mereka mengumpulkan sampah dari rumah-rumah dan menukarkannya dengan sembako atau tanaman.
Sugiani menekankan pentingnya edukasi lingkungan sejak dini. "Kami memilih anak-anak karena mereka adalah generasi penerus. Dengan mendidik mereka sejak kecil, kepedulian terhadap lingkungan akan terbangun dan terus berkembang," ujarnya.
Dengan konsistensi dan komitmen yang tinggi, Sugiani berharap Yayasan Proyek YOTI Bali dapat terus berkontribusi dalam menjaga lingkungan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. "Kalpataru adalah bonus, tapi yang terpenting adalah keberlanjutan dan konsistensi dalam berkegiatan," tutupnya.
Ditambahkan, Yayasan Proyek YOTI Bali juga memiliki inovasi "sawah eco-enzyme" di Desa Kedis, yang merintis desa pariwisata berbasis pertanian organik dengan menggunakan eco-enzyme sebagai pengganti pupuk kimia. Riset menunjukkan bahwa beras dari sawah ini tidak basi selama tiga hari setelah dimasak. Sawah eco-enzyme menghasilkan panen yang lebih baik dan berdampak positif bagi kesehatan dan ekonomi petani.
Selain itu, eco-enzyme digunakan untuk pengelolaan sampah organik di Bali, yang banyak dihasilkan dari upacara adat. Pembuatan eco-enzyme mudah dilakukan dengan bahan-bahan yang tersedia di rumah. Produk organik eco-enzyme sedang diuji untuk dijual di minimarket.
Pengelolaan sampah anorganik dilakukan dengan kolaborasi bersama rumah produksi besar dan melalui kelompok WhatsApp. "Tantangan utama yang dihadapi adalah mengajak orang untuk konsisten dalam pengelolaan sampah. Yayasan memiliki visi untuk membuat sekolah berbasis Green School yang gratis bagi anak-anak kurang mampu dengan dukungan dari donatur," pungkasnya.