Menyikapi banyaknya kekeliuran hukum yang terjadi di wilayah desa dinas dan desa adat di Kabupaten Buleleng menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng melakukan pembenahan melalui penerangan hukum. Bersinergi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinisi Bali, seluruh Perbekel dan Bendesa Adat wilayah Kecamatan Buleleng, Sukasada dan Sawan diberikan Sosialisasi Penerangan Hukum dengan tema “Kedudukan Desa Dinas dengan Desa Adat Ditinjau dari Aspek Yuridis” di Gedung Wanita Laksmi Graha Singaraja, Kamis, (13/6).
Mewakili Penjabat Bupati Buleleng, Plt. Asisten I Setda Buleleng, Gede Sandhiyasa dalam sambutannya menyampaikan terimakasih kepada Kejati Bali atas sinergi bersama jajaran Pemkab Buleleng dalam rangka mendukung akselerasi pembangunan di Buleleng melalui sosialisasi kegiatan penerangan hukum kepada desa dinas dan desa adat termasuk juga perwakilan dari kantor Camat Buleleng, Sukasada dan Sawan. Pihaknya menerangkan kegiatan penerangan hukum ini dilakukan sebagai upaya pelurusan sekaligus pencegahan dilakukannya perbuatan menyimpang atau melawan hukum. “Kegiatan kali adalah untuk memberikan penerangan hukum kepada desa adat dan juga sekaligus menggalang kepercayaan Masyarakat terhadap kejaksaan negeri dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di bidang hukum melalui tindakan preventif agar tidak terjadi tindak pidana,” terang Plt. Asisten Gede SAdhiyasa.
Selain itu, pihaknya juga berharap melalui sosialisasi kegiatan penerangan hukum oleh Kejati Bali, seluruh stakeholder pemerintah desa dan desa adat turut aktif mendukung dan menerapkan program kejaksaan sehingga seluruh lapisan Masyarakat terhindar dari berbagai permasalahan hukum, serta dapat lebih memahami dan mengerti kedudukan desa dinas dengan desa adat dari aspek yuridis.
Sementara itu, Mewakili Kepala Kejati Bali, Kasi B. Asintel, Anak Agung Ngurah Jaya Lantara dalam arahan singkatnya menyampaikan kepada seluruh Perbekel dan Bendesa Adat untuk senantiasa mengikuti peraturan-peraturan yang tertuang dalam undang-undang untuk penerapan “Awig-awig” atau aturan adat di wilayah masing-masing. Hal itu wajib dilakukan untuk mencegah potensi permasalahan dari desa dinas dan desa adat. Berdasarkan amanat dari Undang-undang dan Peraturan Daerah Bali Nomor 4 Tahun 2019, Pemerintah Daerah dan Kejati Bali wajib mengawal dan menjaga desa, bilamana ditemui atau melakukan kekeliruan hukum maka secara tanggap dilakukan perbaikan yang dibarengi dengan komitmen Perbekel. “Kami membuka peluang dan memberikan pencerahan terhadap dinamika yang terjadi selama ini di desa adat dan kami berkewajiban mengawal dan menjaga desa dinas maupun desa adat dalam melahirkan berbagai produk hukum atau peraturan adat agar tidak terjadi kekeliruan,” terang Kasi Ngurah Jaya Lantara.
Ditambahkan, berbagai awig-awig yang terlahir di desa adat sering kali mencatumkan nilai wajib minimal terhadap nominal yang harus dikeluarkan oleh tamu atau penduduk yang datang termasuk juga pungutan kepada pedagang. Pihaknya menilai sebaiknya awig-awig yang bersifat pungutan hendaknya tidak mencatumkan nominal rupiah melainkan lebih kepada Punia atau sukarela. Hal itu dikatakan merujuk pada filosofi desa adat yang notabene berkegiatan adat Agama Hindu yang identik dengan Yadnya, terlebih lagi desa adat kini mendapatkan anggaran dari pemerintah. (Agst).