Tumpek Landep,Dari Ketajaman Besi, Menuju Ketajaman Hati, Hingga Ketajaman Bhakti: Menajamkan Pikiran, Menjaga Alam, Spirit Tumpek Landep di Tengah Bencana

Admin bulelengkab | 20 September 2025 | 330 kali

Hari suci Tumpek Landep dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Nusantara setiap 6 bulan sekali( 210 hari), umat Hindu sangat akrab dengan perayaan Tumpek Landep. Setiap enam bulan sekali, sepeda motor, mobil, traktor, bahkan komputer, dihias dengan janur, bunga, dan dihaturkan banten. Tidak sedikit yang mengunakan media sosial untuk Evoria ini, yang tentunya menuai kotroversi. Konsep Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yang menjadi acuan dalam setiap kegiatan keagamaan,mulai sedikit bergeser dengan teknik pemahaman yang berbeda, yang akhirnya terkadang umat kurang tepat dalam mengambil sebuah tatanan upacara karena berlindung pada stigma pembenaran, bukan kebenaran yang sebenarnya.


Tetapi mari kita bertanya: apakah Tumpek Landep hanya tentang menghias besi, atau ada makna lebih tajam yang bisa menuntun kita?Tanya agamaku oleh Luh Irma Susanthi, S.Sos.,M.Pd selaku Koordinator Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Kubutambahan. Jumat,(20/9).


Leluhur Nusantara memberi sebuah pedoman dalam sebuah perilaku keagamaan yang dituntun dalam kajian lontar Sundarigama yaitu : Pada hari Wuku Landep, Saniscara Kliwon (Sabtu Kliwon) adalah hari pemujaan Bhatara  Siwa dan hari yoganya Sang Hyang Pasupati. 


Adapun sarana untuk pemujaan Bhatara Siwa adalah tumpeng putih selengkapnya, lauknya ayam sebulu-bulu, grih trasibang (ikan asin dan terasi merah), sedali woh, dihaturkan di Sanggar Pamujan (tempat pemujaan). Sementara itu, untuk pemujaan Sang Hyang Pasupati dihaturkan, sesayut jayeng prang, 

sesayut kusuma yudha, suci, daksina, peras, canang wangi-wangi. Babantenan ini ditujukan (di-ayab-kan) kepada semua jenis senjata sehingga bertuah dalam perang. Adapun 

hakikatnya dalam diri manusia, ialah tajamnya pikiran (idep), untuk itu laksanakanlah japa mantra untuk mendapatkan anugerah.


Secara esensi sudah jelas tersirat di dalam Lontar Sundarigama tersebut bahwasanya hari 

suci Tumpek Landep ialah momentum untuk memuja Bhatara Siwa dalam manifestasinya sebagai 

Sang Hyang Pasupati di Sanggar Pamujan (tempat pemujaan). Pasupati dalam konsep teologi 

Hindu merupakan manifestasi dari Siwa sebagai raja daripada binatang. “Pasu” artinya “ Binatang”, 

dan “ Pati” artinya “Raja”. Namun, di sisi lain Pasupati juga didefinisikan sebagai suatu upacara yang 

bertujuan untuk memberikan tuah atau kekuatan. Kekuatan yang hakiki pada hakekatnya adalah kekuatan pikiran, itulah sebabnya mengapa pikiran sangat perlu dipasupati karena dari pikiranlah tubuh akan menciptakan stimulus, perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan alur berpikir, karena itu secara simbolik terciptanya energi positif apabila kita mampu mengakses energi tersebut dalam pengendalian pikiran.


 Kisah Leluhur, Ketajaman Senjata, Ketajaman Jiwa sebagai gambaran betapa indahnya kehidupan di masa lalu.Konon, dalam masa kerajaan-kerajaan Bali kuno, Tumpek Landep digunakan untuk memuliakan keris, tombak, dan pedang senjata utama para ksatria, tetapi yang sesungguhnya dipuja bukanlah besinya, melainkan kekuatan dharma yang terkandung di baliknya.

Seorang ksatria sejati tidak hanya mahir menebas musuh, tetapi juga tajam dalam pikiran, mampu membedakan mana dharma dan adharma. Itulah mengapa keris diperlakukan dengan hormat, bukan sekadar benda, melainkan simbol pikiran yang tajam.


“Hari ini, senjata kita bukan lagi keris atau tombak. Senjata kita adalah handphone, laptop, dan jaringan internet. Dengan satu klik, kita bisa menyebarkan kebaikan, tetapi juga kebencian, dengan satu postingan, kita bisa menginspirasi, atau justru melukai,”ujarnya.


Spirit Tumpek Landep di tengah bencana adalah sebuah penanaman karakter untuk menumbuhkan kesadaran setiap umat dalam bhakti yang utama meskipun sangat sederhana tetapi penuh makna.

Banjir, apakah benar hanya karena hujan deras, atau karena sungai dipenuhi sampah?

Kekeringan, apakah benar karena cuaca semata, atau karena hutan sudah gundul?

Polusi,  apakah benar hanya karena pabrik, atau karena kita sendiri menyalakan motor meski jarak dekat bisa ditempuh dengan jalan kaki?

Tumpek Landep mengingatkan, pikiran yang tajam harus dipakai untuk menjaga alam.

Kitab suci Atharvaveda XII.1.12 ditegaskan:

Mata Bhumih Putro A'ham Prativiyah.

“Bumi adalah ibuku, aku adalah anak bumi.”

Kalau bumi adalah ibu, maka bencana adalah jeritan seorang ibu yang sakit. Apakah anak yang baik tega membiarkan ibunya menjerit?


Dituturkan oleh Irma, kisah Nyata, motor suci, sungai kotor. Suatu ketika, di sebuah desa di Bali, seorang pemuda rajin menghias motornya setiap Tumpek Landep. Motor itu bersih, wangi, penuh janur dan bunga. Tetapi sore harinya, pemuda itu membuang plastik bekas banten ke sungai.Motor suci, tetapi sungai kotor dengan ulah manusiasendiri.Pertanyaanya apakah benar ia sudah melaksanakan makna Tumpek Landep?


Dijelaskan Tumpek Landep seharusnya tidak hanya membuat motor bersih, tetapi juga membuat sungai bersih, tidak hanya menghias kendaraan, tetapi juga menghias alam. Green Dharma: Aksi Nyata Menjaga Bumi.

Ketajaman bhakti harus diwujudkan dalam Green Dharma, antara lain,

Mengurangi sampah plastik sekali pakai.

Menanam pohon setelah upacara.Membuat program Tumpek Landep hijau umat tidak hanya menghias kendaraan, tetapi juga melakukan bersih-bersih desa.

Mengajarkan anak-anak bahwa “banten terbaik untuk Tuhan adalah bumi yang lestari.”Inilah wujud nyata bhakti ekologis.