Kejelian Camat Suyasa, Dorong Warganya Sulap Sampah Plastik Jadi Barang Seni Bernilai Ekonomi

Admin bulelengkab | 26 November 2023 | 692 kali

Bukakak, Buleleng Kaya Karya Kreatif, tagline itu memang pantas disematkan untuk Buleleng yang banyak memiliki talenta seni dan kreatif. Wilayah Buleleng timur tepatnya di Desa Tejakula. Camat Tejakula Gede Suyasa sangat jeli melihat potensi warganya, meski dengan keterbatasan fisik ternyata tidak menjadi penghalang bagi Komang Sudiarta untuk terus berkarya mengolah sampah yang tidak berharga menjadi barang yang memiliki nilai atau manfaat. 


"Kami terus berupaya bagaimana memikirkan cara mengolah sampah agar dapat bernilai dan bermanfaat untuk menambah ekonomi masyarakat. Sehingga pihaknya terus mencoba bergerak melihat potensi-potensi yang ada kemudian didorong untuk mencoba menerapkan ide-ide yang berimbas pula dengan lingkungan,"terang Camat Suyasa ditemui pada, Jumat, (24/11). 


Lebih lanjut pihaknya mendorong agar bagaimana semua bisa bergerak, salah satunya ini memberdayakan masyarakat jadi selain mereka punya tambahan ekonomi juga bisa berpartisipasi menjaga lingkungan. 


Sementara itu Komang Sudiarta memerangkan, meski dirinya memiliki fisik tidak seperti manusia normal karena mengalami kecelakaan semasa kecil dibagian tangannya, namun tetap mencoba berkarya menuangkan ide kreatif untuk menyulap sampah plastik menjadi sebuah karya bernilai seni dan ekonomi yang bisa menambah penghasilan untuk kehidupan sehari-harinya.


Sudiarta mengaku menjadi seorang pembuat karya seni dengan memanfaatkan sampah yang didapat dari rumah ke rumah sudah ditekuni sejak hampir 2,5 tahun lamanya atau mulai dari Covid-19 melanda karena dorongan dan saran dari Camat Tejakula, Gede Suyasa.


Dirinya yang memiliki hobi melukis sejak masih duduk di usia sekolah dasar (SD) sempat merasa canggung untuk memulai membuat karya seni berupa topeng dan miniatur patung dari bahan kertas bekas serta sampah plastik. Sebab sebelumnya lelaki yang sudah memiliki satu orang anak ini hanya mempunyai pengalaman sebagai pelukis selama kurang lebih tujuh tahun.


"Awalnya saya dipaksa sama pak Camat, ya bagaimana saya sebelumnya cuma pelukis, tapi mungkin dilihat karena saya punya potensi jadi terus dipaksa sampai akhirnya saya coba dan benar-benar jadi sebuah karya seni dengan murni berbahan dari sampah yang bisa saya jual," ungkap Sudiarta sambil mengerjakan pesanan miniatur patung singaambaraja yang terbuat dari sampah kertas dan plastk.


Dalam proses pembuatan miniatur patung ataupun karya seni lainnya. Pria yang lama bekerja di Gianyar tersebut mengawali dan menyelesaikan proses pembuatan dengan memohon doa restu di sanggah (tempat memuja Tuhan menurut kepercayaan Hindu).  Sehingga saat mengerjakan permintaan dari pelanggan semua berjalan lancar sekaligus hasil karyanya sesuai. 


Kemudian sampah yang dipakai bahan untuk membuat karya seni, laki-laki kelahiran 1984 ini mengaku tak menjadi kendala dan cara mendapatkannya tidak sulit. sebab ada yang diberikan tetangga sekitar rumah dan ada dibeli dengan murah dari pemulung yang ditemuinya. 


"Sebenarnya untuk kendala hanya pada ide dan tema dari karya yang akan dibuat, akan tetapi untuk memperlancar semua itu saya selalu sembahyang setiap mengawali dan menyelesaikan hasil karya. Sehingga apa yang dihasilkan benar-benar sesuai harapan pelanggan," jelas dia sembari memperlihatkan beberapa hasil karya yang telah dipesan jauh-jauh hari oleh pelanggan.


Pria yang berasal dari Banjar Dinas Kanginan Desa Tejakula ini menyebutkan selain miniatur patung ada sejumlah pesanan lain yang biasanya diminta pelanggan mulai dari logo, topeng, dan souvernir lainnya yang dibuatnya sendiri di rumah usai berjualan bubur bersama sang istri di depan Kantor Camat Tejakula setiap pagi.


Dimana harga yang ditawarkan bervariasi tergantung jenis karya ukuran karya dan tingkat kesulitan selama proses pengerjaan pesanan yang diminta pelanggan. Dirinya mencontoh misalnya seperti miniatur patung dan logo berkisar di harga Rp 1,5 sampai 3 Jutaan tergantung ukurannya, lalu topeng berkisar dari harga Rp 100 ribuan tergantung tingkat kesulitannya.


 "Selama ini pesanan memang tidak menentu dan beberapa datang dari instansi disekitar Kecamatan Tejakula, memang ini hanya sebagai pekerjaan sampingan usai berjualan bubur tapi ini bagi saya membantu dalam menambah kebutuhan sehari-hari kami," sebut dia.


Kembali ke Camat Tejakula, Gede Suyasa menambahkan  jika pihaknya selama ini tidak hanya fokus akan penjualan. Namun bagaimana supaya bisa menyentuh sektor lainnya misal pariwisata, dimana wisatawan bisa melihat secara langsung bagaimana cara membuat karya dari bahan dasar sampah plastik dan tidak hanya melihat mereka bisa juga menjadikan karya tersebut sebagai oleh-oleh atau souvernir.


"Kita sudah proses untuk HAKInya, jadi meskipun saat ini belum banyak yang memesan, namun kami tidak hanya fokus terhadap penjualan semata tapi bagaimana juga menyentuh sektor lainnya. Sehingga semua sektor khususnya di Kecamatan Tejakula nantinya akan dapat bergerak," pungkasnya.(wd)