Seririt, sebuah kota kecamatan di Buleleng, misteri seputar asal usulnya masih belum terpecahkan. Spekulasi bertebaran di kalangan penduduk tentang bagaimana kota kecil di Buleleng Barat ini muncul dan berkembang. Penduduk memperingati bahwa Seririt dahulu dikenal sebagai pusat perdagangan yang ramai pada tahun 1912 pada zaman kolonial Belanda. Jalan-jalan di sekitar area pusat kota (yang sekarang menjadi bundaran Seririt) dipenuhi dengan pedagang, melayani aktivitas niaga dari berbagai daerah. Meskipun sekarang perdagangan di Seririt telah modern, namun warisan historisnya tetap terasa. Asal nama "Seririt" dipercayai berasal dari "Three Street," menggambarkan jaringan perdagangan yang vital di masa lalu.
Sebagai pusat perdagangan yang strategis, Seririt menjadi tempat penting bagi pedagang dari berbagai wilayah, yang berdagang mulai dari hasil bumi lokal hingga barang impor seperti kain. Lurah Seririt, I Gusti Putu Sugiro, mengungkapkan bahwa nama "Seririt" kemungkinan merupakan distorsi dari kata "Three Street," karena sulit diucapkan oleh masyarakat setempat pada masa itu. Di bawah pengaruh kolonialisme, Seririt berkembang pesat dengan infrastruktur yang dibangun untuk meningkatkan konektivitas perdagangan.
Meskipun perannya sebagai pusat perdagangan utama telah berkurang, Seririt tetap menjadi titik pertemuan penting di Bali Utara, selain Singaraja. Penduduk Seririt menunjukkan keberagaman etnis dan budaya, dengan komunitas Tionghoa peranakan yang telah lama menetap di sana dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi lokal. Pendatang dari berbagai daerah juga turut berperan dalam menciptakan dinamika sosial dan ekonomi yang kaya di kawasan tersebut. Dengan posisi geografis yang strategis, Seririt terus berkembang sebagai pusat perdagangan yang vital, mencakup sektor perdagangan dari barang sehari-hari hingga produk lokal yang khas. Keberagaman masyarakatnya mencerminkan Indonesia yang plural, di mana berbagai etnis dan budaya hidup berdampingan secara harmonis di kota ini.(can)