Siapa sangka dedak padi yang biasanya hanya menjadi limbah dapat diolah kembali menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis lumayan tinggi. Penasaran akan ide cemerlang dan aksi kreatif salah satu pemuda asal Desa Kubutambahan, Banjar Kaje Kangin, Dinas Kominfosanti Buleleng mengundang Gede Wikrama Putra dalam podcast B-KOM (Bincang Komunikasi) pada Selasa, (2/1).
Gede Wikrama merupakan salah satu dari sekian banyak pemuda kreatif di Buleleng yang mampu menciptakan karya kreatif bernilai ekonomis dan tentunya juga memberikan kebermanfaatan kepada masyarakat sekitar. Awal kiprahnya sebagai perajin berbahan dedak padi itu bermula ketika melakukan penelitian atau riset di Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja (Undiksha). “Dulu semasa kuliah saya pernah melakukan riset tentang dedak padi ini bersama dosen. Riset itu berhasil dan juga telah dipatenkan, namun belum dilaksanakan atau belum ada karya dari dedak padi, Nah dari tahun 2017 lah saya mulai merintis pembuatan plakat berbahan dedak padi ini,” terang Gede Wikrama.
Pihaknya menuturkan awal-awal merintis di tahun 2017, usahanya masih berbentuk UD (usaha dagang) Bali Synwood dengan memanfaatkan limbah panen padi di desanya. Menurutnya, selama ini limbah itu dibakar begitu saja dan tidak menghasilkan nilai ekonomis bagi petani. Berkat hasil penelitian yang dilakukannya di Undiksha Singaraja, Gede Wikrama meyakini bahwasannya rintisan usaha Bali Synwood akan mampu berkembang dan bersaing di pasaran.
Setiap masa panen padi, Gede Wikrama menghargai nilai limbah dedak padi sebesar Rp. 3.000,- perkilonya, tentunya sudah menjadi kesepakatan bersama petani di lingkungannya. Ia menyampaikan dari satu luasan lahan petani sudah sangat mencukupi menjadi bahan produksi plakat dan jenis lainnya lagi. Hal itu dikarenakan volume produksi masih tergolong kecil. “Satu petani di desa saya saja sudah sangat banyak limbah hasil panennya, itu sudah sangat mencukupi terlebih usaha saya ini belum besar seperti industr,” terangnya.
Secara umum dijelaskan produk-produk yang dihasilkan Bali Synwood ada yang berupa plakat dua dimensi, patung, furniture dan pesanan custom atau sesuai permohonan konsumen. Dalam perjalannya, usaha UD. Bali Synwood berkembang pesat dan berubah menjadi PT. Bali Synwood tentunya dibarengi juga dengan peningkatan hasil penjualan produknya. Gede Wikrama mengakui omset penjualan pada bulan November 2023 itu menyentuh angka 210 juta rupiah. Angka itu dapat ia capai atas hasil karya kreatifnya yang memang berkualitas dan menjadi satu-satunya di Bali, Indonesia bahkan di skala internasional. “Karya dari dedak padi yang saya geluti ini tidak ada di tempat lain, saya pernah mengeceknya. Di Bali hanya saya, secara Nasional bahkan internasional pun hanya saya satu-satunya yang mengolah dedak padi ini,” ujarnya bangga.
Disinggung terkait harga dan kualitas, Gede Wikrama tegas menyampaikan bahwa produknya tentu jauh lebih murah dari produk yang berbahan dari kayu dengan kualitas yang baik juga. Seperti contoh bentuk produk yang sama, jika produk dari bahan kayu seharga 1 juta sampai 2 juta, produk dedak padi Bali Synwood hanya berkisar 600 ribu rupiah saja plus garansi sampai 10 tahun. “Produk kami tidak hanya mengangkat kualitas saja, tapi juga memberikan pelayanan garansi kepada konsumen. Misalnya produk kami mengalami kerusakan pada jangka waktu garansi itu, konsumen tinggal menghubungi kami, dan kami siap meluncur untuk melakukan perbaikan ke rumah konsumen,” ujar Gede Wikrama.
Selaku owner Bali Synwood pihaknya berharap melalui usahanya itu ke depannya mampu secara bertahap dapat mengurangi produk-produk yang berbahan dasar dari kayu demi kelestarian alam. Cukup dengan menggunakan limbah dari pertanian sudah mampu menghasilkan produk berkualitas layaknya produk dari kayu serta secara tidak langsung juga memberikan nilai ekonomis tamabahan kepada petani. (Agst)