Semarak Lovina Festival bulan lalu memberikan kesan tersendiri bagi Masyarakat Buleleng yang mana semua sektor ikut terdampak, termasuk bagi kelompok Sapi Gerumbungan yang merupakan salah satu tradisi ciri khas Gumi Panji Sakti.
Dalam perhelatan Lovina Festival terdapat lima kelompok Sapi Gerumbungan yang mengikuti Eksibisi tersebut yang berasal dari kelompok perwakilan Buleleng Timur, Tengah, dan Barat.
Ditemui, disela kesibukan mempersiapkan perlengkapan aksesoris Sapi Gerumbungan, salah satu Ketua Kelompok Sapi Gerumbungan Pasupala Desa Lemukih, Kecamatan Sawan, Buleleng, Ketut Susila, menerangkan tradisi Sapi Gerumbungan ini merupakan warisan turun temurun dan pihaknya merupakan generasi ketujuh yang masih melestarikan tradisi Sapi Gerumbungan.
Menurut cerita leluhurnya (tetua), tradisi ini menjadi bagian dari kelompok masyarakat di Buleleng yang mengandalkan mata pencaharian petani kemudian hasil panennya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari hal tersebut, menjadikan tradisi sapi gerumbungan ini dipakai sebagai simbol wujud rasa syukur petani atas hasil panen yang melimpah.
“Menurut cerita tetua kami, Sapi Gerumbungan ini sebagai pembayar kaul (nawur sesangi) kalau hasil panen bagus. Hingga sekarang pun masih juga Sapi Gerumbungan dijadikan sebagai salah satu cara membayar kaul. Selain sebagai seni pertunjukan seperti sekarang ini,” jelasnya.
Ditambahkannya, Sapi Gerumbungan ini merupakan sapi pilihan yang istimewa. Pasalnya, sapi ini sudah memiliki ciri khas sejak lahir yang biasanya dapat dilihat pada tampilan fisik yaitu dari sisi gerakan kepala, ekor yang tegak, dan gerakan kaki.
Oleh karena itu, untuk menyiapkan Sapi Gerumbungan yang memiliki kualitas baik, pihaknya menyebutkan sapi harus dirawat dengan spesial meliputi pijatan dan elusan setiap hari dari majikannya serta memastikan mendapatkan sinar matahari yang cukup. Biasanya akan dijemur saat pagi dan dimandikan pada siang hari. Sapi-sapi ini setelah dilatih dan mendapat perlakukan khusus, akan siap ditampilkan untuk atraksi sampi gerumbungan dari umur 12 bulan ke atas.
“Sapi Gerumbungan ini sejak lahir sudah diketahui ciri-cirinya, dan kita sebagai majikan harus memperlakukannya sesuai mood karena setiap sapi memiliki karakterisitik berbeda disitulah tantangannya untuk menjinakkannya,” terangnya.
Lanjut Susila, bahwa di pasaran bibit sapi gerumbungan ini harganya lebih mahal dibanding bibit sapi biasa. Jika bibit sapi biasanya dibandrol sekitar Rp 9.000.000 per ekor, bibit sapi gerumbungan bisa sampai Rp 11.000.000 per ekor. Hal tersebut yang membuat perlakuan khusus harus selalu diberikan untuk sapi tersebut.
Susila mengungkapkan jika Kelompok Pasupala Desa Lemukih ini telah dikukuhkan secara resmi sejak tahun 2010 silam dan sudah memenuhi kategori rombongan induk untuk bertahan memelihara Sapi Gerumbungan.
Diakhir, pihaknya menyatakan komitmen jika dari kelompoknya dalam hal melanjutkan tradisi yang telah diwariskan, bahkan hal tersebut terlihat dari persiapannya ketika mengikuti kegiatan besar, yang mana pada hari biasa latihan 2 minggu sekali, tapi ketika untuk mempersiapkan event pihaknya akan melatih lebih intens lagi menjadi 2 hari sekali.
“Kami termotivasi karena sudah menjadi kesenangan untuk melanjutkan warisan leluhur kami,”tandasnya.
Untuk diketahui, selain Kelompok Pasupala di Buleleng, keberadaan Sapi Gerumbungan ada di beberapa lokasi. Untuk perkumpulan kelompok Sapi Gerumbungan di Buleleng Timur ini dikenal dengan nama Baga Sebali yang terdiri dari kelompok asal Desa Sawan, Menyali, Lemukih, Galungan, dan Bebetin.
Sedangkan Buleleng Tengah Sapi Gerumbungan ada di Desa Panji, Desa Sambangan di Kecamatan Sukasada dan Kelurahan Banjar Tegal, Kecamatan Buleleng. Kemudian untuk Buleleng Barat ada di Desa Kaliasem dan Desa Pedawa, Kecamatan Banjar. (Ag)