Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Pariwisata mendorong desa wisata yang telah berprestasi di tingkat nasional untuk terus berprestasi hingga di kancah internasional. Ini bertujuan untuk meningkatkan popularitas desa di tingkat dunia melalui ajang Best Tourism Village (BTV) ke-V oleh organisasi PBB melalui UN Tourism.
“Melalui keikutsertaan BTV desa wisata yang ada di Buleleng akan memberikan daya tawar dan branding kita. Seperti Desa Penglipuran dan Jatiluwih kita pakai perbandingan yang lebih dahulu mendapatkannya. Mudah-mudahan Buleleng mendapatkannya,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Gede Dody Suksma Oktiva Askara saat dihubungi, Jumat, (30/5).
Lebih jauh disampaikan oleh Kadis Dody, BTV ke-V tahun 2025 ini, Indonesia mengirimkan 13 desa wisata. Untuk Provinsi Bali ada 3 desa yang ikut dan semuanya dari Kabupaten Buleleng yaitu : Desa Les Kecamatan Tejakula, Desa Sudaji Kecamatan Sawan dan Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak.
“Kita mengajukan kepada Kementerian Pariwisata sekiranya untuk bisa diberi kesempatan untuk meningkatkan diri dan kementerian sangat mendukung untuk bisa memberikan ruang dan fasilitasi berupa tools atau form yang harus diisi, dan tentunya kita terus didampingi oleh kementerian juga. Form-form itu yang kita isi mirip dengan Jadesta seperti lomba ADWI (Anugrah Desa Wisata Indonesia) namun berbahasa Inggris,” ungkapnya.
Disinggung mengenai kendala dalam isian form, mantan Camat Buleleng ini menerangkan selain harus berbahasa Inggris, data yang diminta sangat rigid dan detail. Itu menjadi kendala kita, dimana administrasi setiap destinasi wisata adalah hal yang sangat penting dan mendasar.
“Seperti contoh berapa jumlah penginapan yang ada di desa wisata? Itu baru jumlah.
Kemudian berapa jumlah kamarnya? Kamarnya yang tersedia. Kemudian berapa jumlah karyawannya? Kemudian jumlah karyawan dirinci. Berapa laki, berapa perempuan.
Kemudian dirinci lagi dari rentang umur. Nah itu pengalaman berguna bagi kita. Untuk nanti sebagai bahan kita untuk pembinaan,” jelasnya.
Kadis Dody membandingkan dengan Desa Jatiluwih Tabanan yang satu kawasan dengan 2 pos tiket, jadinya mudah menghitung kunjungan wisatawan. Kalau di 3 desa wisata di Buleleng ini, tidak ada berbayar masuk ke desanya.
“Bagi wisatawan kalau masuk entry saja tidak berbayar. Mungkin ini karena Jatiluwih kan begitu masuk ke desanya dia sudah mendapatkan benefit dari apa yang dia bayar. Mendapatkan sebuah pemandangan sawah terasering yang luar biasa, kemudian bisa menjadi satu kawasan. Itu mudah untuk menghitung,” ucapnya.
Lebih lanjut Kadis Dody menggambarkan, dalam pengumpulan data kunjungan misalnya di Desa Pemuteran, wisatawan yang masuk untuk diving atau snorkelling dan obyek wisata Biorock ataupun yang menyeberang ke Pulau Menjangan yang mencatatnya masih secara konvensional.
“Kita sudah usulkan di dalam revisi Perda pajak distribusi daerah. Bahwa di Pantai Tanjung Budaya dan Biorock itu diusulkan untuk menjadi daya tarik wisata dengan berbayar melalui post ticketing sehingga dari situ kita bisa menghitung yang masuk secara digital dengan alat e-post. Begitu juga DTW lainnya", tambah Doddy.
Dipengujung pihaknya berharap, mudah-mudahan nanti ada salah satu dari desa wisata kita yang berhasil ditetapkan sebagai Best Tourism Village 2025. “Tentunya ini menjadi bahan evaluasi kita. Nah dengan guidance form itu ternyata kita diajari mengidentifikasi diri kita dengan baik. Mengidentifikasi potensi desa wisata dengan baik, sehingga ini menjadi ruang untuk bisa berusaha bersama menuju pengelolaan yang lebih baik lagi ke depannya,” pungkasnya.(wd)