Ikuti Kami

Terselip Makna Sejarah dalam Pelaksanaan Apel OTDA di Buleleng

Admin bulelengkab | 02 Mei 2023 | 476 kali

Pemerintah Kabupaten Buleleng menggelar upacara peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda)  XXVII yang dirangkaikan dengan Hari Pendidikan Nasional tahun 2023 bertempat di Halaman Kantor Bupati Buleleng, Selasa (2/5).


Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa bertindak selaku Inspektur Upacara yang diikuti oleh Ketua DPRD Buleleng, Forkopimda Buleleng, Pimpinan SKPD dan BUMD beserta staf lingkup Pemkab Buleleng.


Selain pembacaan pidato Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia dalam peringatan Hardiknas 2 Mei 2023 oleh Sekda Suyasa, kegiatan apel hari ini juga diselipkan penyampaian sejarah Otonomi Daerah di Indonesia.


Di mana disampaikan bahwa Pasang surut jejak sejarah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah dimulai sejak zaman kolonial di tahun 1903. Pemerintah Kolonial Belanda melalui inisiasi Menteri Koloni I.D.F Idenburg mengeluarkan Descentralisatie Wet tahun 1903. Ini merupakan kebijakan otonomi daerah pertama yang diberlakukan di Indonesia meskipun kebijakan kolonial yang memusatkan seluruh kekuasaan di Batavia. 


Setelah Indonesia merdeka, pemerintah menetapkan Undang-Undang (UU) No. 1 tahun 1945 yang menitikberatkan azas dekosentrasi, mengatur pembentukan komite nasional daerah, karesidenan, kabupaten dan kota berotonomi. Selanjutnya UU No. 1 tahun 1945 diubah menjadi UU No. 22 tahun 1948 yang menyebutkan bahwa negara RI terdiri dari tiga tingkat daerah yaitu provinsi, kabupaten atau kota besar, desa atau kota kecil. 


Pasca pemilu 1955, ditetapkan UU No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, di mana daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra dan wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil. Dilanjutkan pasca dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menerbitkan uppenetapan Presiden No. 6 tahun 1959 yang sejalan dengan situasi politik konfrontasi yang dihadapi negara mulai dari Trikora sampai Dwikora. 


Sehingga pada puncaknya di era demokrasi terpimpin, lahir UU No. 18 tahun 1965 yang berkarakter desentralistis sekaligus mengaktualisasikan pendekatan daerah otonom biasa (simetris) dan daerah otonom khusus (asimetris). Kebijakan desentralistis era Bung Karno dikoreksi oleh orde baru yang ditandai dengan lahirnya UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Selain meneguhkan kebijakan sentralistis yang lebih dominan di pemerintah pusat, UU ini berlaku 25 tahun lamanya dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1999. 


Perubahan konstelasi global pasca perang dingin turut berpengaruh langsung pada dinamika politik nasional yaitu lahirnya gerakan pro demokrasi dan pro desentralisasi. Di Indonesia, Presiden Soeharto akhirnya menerbitkan Keppres No. 11 tahun 1996 sebagai upaya persiapan mengurangi derajat sentralisasi pemerintah pusat sekaligus menetapkan tanggal 25 April sebagai hari otonomi daerah. 


Pasca orde baru, ditetapkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberi kewenangan penuh kepada pemerintah daerah kecuali urusan agama, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, dan moneter. UU No. 22 tahun 1999 ini disambut penuh semangat dengan implikasi yang luar biasa mulai dari masifnya pembentukan daerah otonomi baru (dob) sebanyak 7 provinsi, 115 kabupaten dan 26 kota. 


Tahun 2004 di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, untuk menata otonomi daerah dilakukan perubahan UU No. 22 tahun 1999 dengan ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 yang diarahkan untuk mencari keseimbangan sebagai upaya tetap menjaga kebijakan desentralisasi, baik yang sifatnya simetris maupun asimetris, di dalam bingkai NKRI. Pilkada secara langsung untuk pertama kalinya juga terjadi di era UU ini. 


Selama kurun waktu pelaksanaan UU No. 32 tahun 2004 dari tahun periode 2005 sampai dengan 2014, pembentukan dob berhasil ditekan di mana pemekaran daerah terbentuk 1 provinsi, 66 kabupaten dan 8 kota. Selanjutnya dalam upaya untuk memperjelas pengaturan tentang pemerintahan daerah, pilkada dan desa dalam uu tersendiri, maka ditetapkan UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang bertumpu pada efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mulai dari pembagian urusan pemerintahan hingga inisiasi manajemen daerah persiapan sebagai syarat pembentukan dob. 


Hingga tahun 2022 daerah otonom berjumlah 34 provinsi dan 415 kabupaten dan 93 kota di Indonesia. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah akan berjalan terus sebagai komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. 


Sehingga dalam rangka pemerataan pembangunan khususnya di wilayah Papua, pemerintah melakukan pemekaran daerah otonom baru provinsi yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya. Sehingga jumlah daerah otonom berjumlah 38 provinsi dan 415 kabupaten dan 93 kota di Indonesia. (Suy)