Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng terus meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami melalui pemanfaatan teknologi peringatan dini. Salah satunya adalah penggunaan Warning Receiver System (WRS) yang telah terpasang di kantor BPBD Buleleng, serta rencana pemasangan tambahan sirine Bali Tsunami Early Warning System (BTEWS) portabel di enam desa pesisir rawan bencana.
Kepala Pelaksana BPBD Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, menjelaskan bahwa WRS merupakan perangkat milik BMKG Bali yang tersedia di Kabupaten Buleleng. “Alat ini sangat penting karena memberikan informasi real time tentang gempa yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, termasuk koordinat, kekuatan, dan waktu kejadiannya. Jika gempa terjadi di wilayah Bali atau berpotensi tsunami, maka informasi akan diteruskan secara cepat oleh BPBD Provinsi Bali ke sistem sirine tsunami yang berada di Seririt,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (05/08).
Ariadi menjelaskan, WRS ini terhubung langsung ke server BMKG dan data yang diterima akan menjadi dasar BPBD Provinsi Bali untuk mengaktifkan sirine peringatan dini. “Ketika ada potensi tsunami, Pusdalops provinsi menekan tombol dan sirine di Seririt akan berbunyi secara otomatis. Ini sangat krusial dalam memberi waktu evakuasi kepada masyarakat,” tambah Ariadi.
Lebih lanjut, rencananya akan menambah perangkat sirine tsunami portabel di enam desa rawan tsunami di Buleleng. Enam desa tersebut tersebar di tiga kecamatan, yaitu di Desa Banjar Kecamatan Banjar, Desa Patas Kecamatan Gerokgak, Desa Tangguwisia, Lokapaksa, Banjarasem, dan Kalisada di Kecamatan Seririt.
“Wilayah Seririt menjadi prioritas karena berdasarkan catatan sejarah, pernah terjadi gempa besar pada tahun 1976 yang menelan banyak korban. Selain itu, komunitas Tsunami Ready di Seririt juga sudah terbentuk dan diakui UNESCO, yang menunjukkan kesiapan masyarakatnya,” jelas Ariadi.
Komunitas ini mendapatkan pelatihan dan edukasi dari BMKG, termasuk pemasangan rambu evakuasi, peta rawan bencana, dan penunjukan titik kumpul. Pemasangan sirine BTEWS portabel menjadi penguat kesiapsiagaan karena dapat dioperasikan dengan jaringan GSM dan dilengkapi baterai cadangan serta pesan peringatan.
Ariadi menambahkan bahwa peningkatan edukasi dan latihan rutin bagi masyarakat sangat diperlukan agar tidak terjadi kepanikan saat bencana datang. “Kepanikan justru yang sering memicu jatuhnya korban. Karena itu, kami terus mendorong edukasi, simulasi, dan pembentukan kader siaga di masyarakat,” pungkasnya.
Selain itu dalam upaya memperkuat mitigasi bencana, BPBD Buleleng juga telah memasang sejumlah peralatan deteksi dan monitoring gempa serta tsunami di beberapa desa yang memiliki potensi bencana tinggi di Kabupaten Buleleng.
Beberapa perangkat yang telah dipasang antara lain Seismometer, yaitu alat yang mampu merekam getaran gempa bumi secara presisi untuk mengetahui sumber dan kekuatan gempa, Intensitymeter adalah alat untuk mengukur tingkat kekuatan getaran gempa di suatu lokasi secara real-time sehingga dapat diketahui dampak gempa di titik-titik tertentu. Realshake, sistem peringatan dini berbasis getaran aktual di lapangan yang dapat memberikan notifikasi kepada masyarakat dalam waktu singkat sebelum guncangan utama terjadi dan yang terakhir adalah Tsunami Gauge merupakan alat pemantau perubahan permukaan laut yang berfungsi mendeteksi potensi terjadinya tsunami secara lebih dini.
Pemasangan alat-alat ini diharapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam menghadapi potensi bencana alam, khususnya gempa bumi dan tsunami. Dengan adanya sistem deteksi dini yang lebih modern dan akurat, informasi kebencanaan dapat tersampaikan lebih cepat, sehingga dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan. (Mdy)