Musim penghujan seringkali membawa risiko tinggi terhadap penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD). Untuk mengantisipasi potensi penyakit tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng seperti sebelumnya, pada kali ini juga melaksanakan upaya pencegahan melalui peran juru pemantau jentik (jumantik).
Hadirnya jumantik tersebut membuahkan hasil yang cukup signifikan. Tercatat pada 3 tahun terakhir, kasus DBD di Kabupaten Buleleng mengalami penurunan drastis setelah angka yang tinggi pada tahun 2020 lalu. Bahkan, pada tahun 2023, dari 829 kasus DBD yang ditangani, semuanya berakhir dengan kesembuhan sehingga angka kematian menjadi nihil.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, I Gede Artamawan, ditemui pada Senin, (8/1) mengatakan, peran jumantik semakin dimaksimalkan di seluruh wilayah Kabupaten Buleleng dengan melaksanakan gerakan 1 rumah 1 jumantik, sehingga hendaknya setiap keluarga di Kabupaten Buleleng mencegah keberadaan jentik nyamuk dari lingkungan mereka sendiri. Peran jumantik Ini kata Artamawan tidak hanya di rumah masyarakat, tetapi juga digalakkan perkantoran dan fasilitas umum, untuk memantau jentik nyamuk aedes aegypti.
“Terus kami upayakan agar seluruh lingkungan di Kabupaten Buleleng terpantau oleh jumantik, di rumah-rumah dengan berkoordinasi pada pemegang wilayah, sedangkan pada perkantoran dan fasilitas umum, jumantik yang ditunjuk nantinya akan berkoordinasi dengan atasan mereka, jika terpantau jentik nyamuk segera dilaporkan dan dibersihkan,” jelas Artamawan.
Artamawan menegaskan bahwa sosialisasi secara periodik dilakukan oleh Dinas Kesehatan melalui Puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Buleleng. Selain itu, perangkat wilayah seperti perbekel, lurah, dan camat turut mendapatkan sosialisasi guna memperluas kesadaran masyarakat terhadap bahaya DBD. Diharapkan melalui sosialisasi tersebut, setiap wilayah di Kabupaten Buleleng memiliki jumantik yang siap siaga.
Selain itu, tindakan preventif juga dilakukan melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan pendekatan 3M plus. Giat tersebut secara berkesinambungan juga disosialisasikan sehingga masyarakat dapat menerapkannya.
"Fokus utama kami adalah kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan pendekatan 3M plus, yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air serta mendaur ulang berbagai barang yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus DBD. Kegiatan ini perlu dilaksanakan secara rutin setiap seminggu sekali," tambah Artamawan.
Artamawan juga menekankan, pihaknya tidak merekomendasikan fogging sebagai langkah pencegahan, mengingat berbagai efek samping yang mungkin timbul akibat zat kimia yang dapat terpapar di barang-barang rumah seperti gorden, sprei, bantal, perabotan makan, dan sebagainya.
“Fogging adalah opsi terakhir, karena banyak dampak yang timbul, kami tetap mengedepankan tindakan preventif melalui jumantik dan PSN dengan pendekatan 3M plus,” tutup Artamawan. (can)