Ekonomi Sarati Naik Kelas

Admin bulelengkab | 06 September 2023 | 175 kali

Tukang banten atau yang lebih dikenal dengan istilah sarati merupakan salah satu profesi dan hanya digeluti oleh kaum perempuan yang telah tergolong uzur. Betapa tidak, dalam pembuatan sesajen atau banten banyak makna filosofi yang harus diterapkan. Dahulu pekerjaan sebagai seorang sarati dipandang sebelah mata karena terlihat tidak menjanjikan seperti PNS, Polisi, Dokter, maupun Guru. Bekerja sebagai seorang Sarati kerap dipandang hanya dapat bertumpu dengan upacara keagamaan. Jika tidak ada upacara, maka tidak ada penghasilan.


Seiring perkembangan jaman, desa adat Buleleng membuat terobosan dengan membangun tempat kremasi (pembakaran jenazah) di areal setra desa adat Buleleng. Untuk melayani umat, desa adat Buleleng membentuk sejumlah kelompok bekerjasama dengan para sarati pada 14 banjar adat. Ketika Covid-19 melanda masyarakat tidak diperkenankan berkumpul, warga yang melaksankan upacara kematian mulai berfikir praktis. Mereka meminta bantuan agar mayat dapat dikremasi dengan sesajen yang ada. Disinilah aktifitas sarati mulai meningkat sehingga perputaran ekonomi mulai tumbuh.


Melemahnya covid-19 dan adanya krematorium tentu berpengaruh dengan pendapatan seorang sarati banten. Krematorium menjadi batu loncatan dalam meningkatkan ekonomi seorang sarati, seperti diakui salah seorang sarati Jro mangku I Kadek Bayu Hermawan Suryadiasa asal banjar adat Peguyangan,”Upacara di Petunon yang banyak, saat itu kami kewalahan menangani. Saat itu kami hanya mendapatkan jeda dua hari, hari ini dapat giliran lagi dua harinya lagi dapat. Namun saat ini kami semakin banyak dapat job, tidak hanya untuk kremasi. Banten seperti tiga bulanan, menikah, maupun syukuran rumah juga ramai,”ujarnya pada minggu (3/9).


Kini sedikitnya terbentuk 17 kelompok sarati banten. Berbeda dengan masa lalu, aktivitas sarati dalam melayani umat dan kebutuhan akan sesajen pengabenan belakangan ini menjadi setiap hari. Guna menghindari adanya kecemburuan, desa adat Buleleng sebagaimana diakui kelian desa adat Nyoman Sutrisna membentuk kelompok pada masing- masing banjar adat. “Sarati di Desa adat Buleleng kami atur secara bergantian, sehingga tidak ada yang berebut atau saling mendahului. Dengan penggunaan dari bahan banten, itu selalu silih berganti karena banten yang digunakan semua baru. Nah buah yang di pakai dalam pitra yadnya kami kumpulkan untuk eco-enzym nah ini perputaran yang baik dari segi ekonomi dan lingkungan yang dijaga,” ungkapnya.


Kini ekonomi para sarati banten khususnya di desa adat Buleleng mulai naik kelas. Minimal perputaran ekonomi dilingkup desa adat Buleleng semakin meningkat. Semoga profesi sarati banten dapat menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, pengabdian dapat ekonomi juga dapat.(Dn)