Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Buleleng menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat dengan mengundang Dinkes Provinsi Bali sebagai narasumber, Selasa, (16/5).
Mewakili Kepala Dinkes Buleleng, Sekdis, Nyoman Budiastawan dalam Rakor menyampaikan bahwasannya instansi terkait Tim Penyelenggara KKS terus bergerak melakukan sosialisasi dan monitoring ke desa-desa guna memaksimalkan capaian indikator-indikator sebagai syarat utama penyelenggara KKS. Pihaknya mengakui terdapat indikator yang belum memenuhi ketentuan terutama yang menyangkut perilaku masyarakat desa. “Kami menemukan kendala pada penanganan perilaku masyarakat untuk tidak buang air besar sembarangan (BABS) di desa. Macam-macam alasannya, ada yang memang sudah menjadi kebiasaan kendatipun sudah memiliki jamban,” terang Sekdis Budiastawan di Aula Dinkes.
Menyikapi beberapa indikator yang belum memenuhi ketentuan tersebut, Sekdis Budiastawan mengajak seluruh Tim Penyelenggara KKS untuk tetap berkomitmen dan pantang menyerah dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya agar tidak melakukan BABS. Terutama pada instansi pengampu seperti Dinas Pemberdayaan Desa Buleleng diminta untuk melakukan upaya-upaya strategis bersama pemerintah kecamatan dan pemerintah desa.
Selain itu, Sekdis Budiastawan juga mohon penjelasan secara mendalam terkait ketentuan-ketentuan dari beberapa indikator penyelenggaraan KKS dari pihak Dinkes Provinsi Bali, mengingat cukup banyak pejabat di Pemkab Buleleng yang tergolong baru mengalami mutasi sehingga sangat diperlukan penjelasan kembali.
Sementara itu, Tim Penyelenggara KKS Provinsi Bali, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat Dinkes Provinsi Bali, dr. A.A. Sagung Mas Dwipayani, M.Kes menerangkan proses menuju KKS wajib melaksanakan 9 tatanan yang diukur dalam 51 indikator pokok dan 99 indikator pendukung. Kesembilan tatanan tersebut adalah, tatanan kehidupan masyarakat sehat mandiri, permukiman dan fasiltas umum, satuan pendidikan, pasar, perkantoran dan perindustrian, pariwisata, transportasi dan tertib lalu lintas, perlindungan sosial dan penanggulangan bencana. “Setiap tatanan dalam KKS wajib dilaksanakan dan memenuhi nilai indikator pokok dan indikator pendukung. Dengan demikian kabupaten/ kota dapat disebut sebagai KKS dan dinilai berdasarkan tingkatannya,” terang Kabid dr. Sagung Mas.
Berdasarkan data yang dihimpun Dinkes Pemprov Bali, persentase akses sanitasi di Buleleng per 15 Mei 2023 dinilai sangat bagus yakni mencapai angka 98,54% namun demikian persentase BABS rendah. Menyikapi hal itu, Kabid dr. Sagung Mas menerangkan bahwa kemungkinan besar perilaku masyarakat atau evaluasi tim dari Buleleng masih mengalami kebingungan. Dijelaskan pada dasarnya adalah bukan masalah jumlah satu rumah tangga satu jamban, melainkan titik beratnya pada perilaku masyarakat agar tidak BABS. “Kami menemukan masalah seperti ini juga di kabupaten lain, masyarakat ekonominya baik, punya mobil juga. Namun di rumahnya tidak dibangun septic tank, jadi mereka BAB langsung mengalir ke sungai. Hal seperti ini yang perlu digenjot lebih serius,” ujarnya.
Dipengujung Rakor, Sekdis Budiastawan kembali mengajak seluruh Tim Penyelenggara KKS Buleleng untuk segera melakukan langkah-langkah strategis dengan cepat,baik itu dari perubahan penyusunan Surat Keputusan (SK) hingga program kegiatan yang wajib dicatat dan hasilnya dilaporkan. Dengan demikian diyakini dalam penilaian KKS tahun 2025, Buleleng mampu berada di tingkatan paling tinggi yakni Wistara dengan indicator setiap tatanan minimal 91% dan 100% Open Defecation Free (ODF) atau stop BABS pada setiap desa/kelurahan. (Agst)