Segiri Kopi: Eksperimen Rasa yang Bikin Robusta Berbeda

Admin bulelengkab | 28 Agustus 2025 | 58 kali

Dari sebuah desa di dataran tinggi Buleleng, lahirlah inovasi kopi yang tidak biasa. Wayan Wardana (58), seorang penggiat kopi dari Desa Sepang, memperkenalkan Segiri Kopi hasil eksperimen fermentasi yang perlahan mengubah wajah robusta dan menantang stigma lama yang melekat padanya.


Kopi sejatinya bukan hal baru bagi masyarakat Buleleng. Sejak abad ke-19, wilayah ini dikenal sebagai salah satu penghasil kopi penting di Bali. Perkebunan robusta tumbuh subur di desa-desa dataran tinggi seperti Sepang, Gitgit, hingga Wanagiri. Namun dalam perjalanan sejarahnya, robusta kerap dipandang sebelah mata. Rasa pahit yang pekat membuatnya kalah pamor dibanding arabika dari Kintamani yang lebih asam, segar, dan diminati pasar internasional. Padahal bagi masyarakat desa, robusta adalah teman setia di ladang, penghangat tubuh di pagi buta, sekaligus sumber penghidupan yang tak tergantikan.



Ditemui dikediamannya, Rabu, (27/8) Wardana menjelaskan bahwa Ia ingin menunjukkan bahwa robusta tidak semestinya terjebak dalam stigma sebagai “kopi kelas dua”. Maka ia mulai bereksperimen, mencari cara agar biji robusta Sepang bisa menampilkan sisi lain yang lebih halus, lebih kompleks, tanpa kehilangan identitasnya. Dari perjalanan itu lahirlah Segiri Kopi, sebuah nama yang menggabungkan Sepang dan Wanagiri—dua daerah dengan karakter kopi berbeda. Sepang yang pahit berpadu filosofi dengan Wanagiri yang asam, menghadirkan secangkir cita rasa baru yang berusaha menjembatani robusta dan arabika.


Nama Segiri lahir dari gabungan Sepang dan Wanagiri dua daerah dengan karakter kopi yang berbeda. Sepang dikenal dengan robustanya yang pahit, sementara Wanagiri memiliki karakter rasa yang lebih asam. Filosofi itu ia satukan dalam satu cangkir, menghadirkan cita rasa baru yang berusaha menjembatani robusta dan arabika.


“Selama ini robusta hanya dianggap kopi murahan, padahal di balik kepahitannya ada potensi besar. Saya ingin membuktikan bahwa robusta juga bisa punya rasa yang halus dan berkelas,” ujar Wardana, sambil menunjukkan biji kopi hasil fermentasi yang baru ia olah.


Proses yang dijalani Wardana jauh dari sekadar menyangrai dan menggiling biji. Ia melakukan eksperimen fermentasi dengan cara yang unik: menggunakan enzim rayap untuk fermentasi anaerob (tertutup tanpa udara), dan ragi tempe untuk fermentasi aerob (terbuka dengan udara). Biji robusta pilihan ia biarkan berfermentasi selama satu hingga tiga hari. Sehari menghasilkan rasa lebih lembut, sementara dua hingga tiga hari menghadirkan sensasi asam yang lebih kuat, mendekati karakter arabika.


“Kalau fermentasi satu hari, rasa robustanya jadi lebih ringan. Kalau tiga hari, asamnya keluar dan mendekati arabika. Dari situ konsumen bisa memilih sesuai lidahnya,” jelas Wardana.


Produksi Segiri Kopi masih terbatas. Dari lima kilogram biji robusta, hanya sekitar tiga hingga tiga setengah kilogram bubuk kopi yang dihasilkan. Produk dijual Rp25.000 per seratus gram atau Rp250.000 per kilogram. Meski sederhana, peminatnya mulai bermunculan. Beberapa konsumen bahkan meminta fermentasi khusus sesuai selera.



Wardana menyadari bahwa langkah yang ia tempuh masih membutuhkan waktu panjang. Saat ini Segiri Kopi sudah didaftarkan menjadi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sebagai upaya melindungi karya. Wardana tahu perjalanan ini tidak mudah, terlebih karena uji laboratorium untuk membuktikan manfaat bagi kesehatan kesehatan dari kopi ini masih menunggu hasil. Namun ia percaya, fermentasi ini bisa menjadi jalan baru bagi robusta lokal. Harapannya, harga robusta kelak bisa mendekati arabika, sehingga petani tidak lagi merasa terpinggirkan.


“Saya tidak bermimpi terlalu tinggi, tapi saya yakin kalau robusta bisa mendekati rasa arabika, harganya juga bisa naik. Itu artinya petani tidak lagi merasa tertinggal,” tambahnya.


Segiri Kopi bukan sekadar minuman, melainkan sebuah cerita tentang keberanian bereksperimen dan tekad untuk mengangkat martabat kopi Buleleng. Dari tanah Sepang dan inspirasi Wanagiri, Wardana meracik filosofi menjadi secangkir harapan bahwa robusta pun bisa tampil berkelas, menembus batas stigma, dan menjadi kebanggaan baru bagi Buleleng.(Ag)