Memang sangat berbeda dengan proses penilaian lomba ogoh-ogoh sebelumnya di Kabupaten Buleleng. Biasanya para dewan juri dan tim monitoring dari Pemerintah Provinsi Bali tidak merasakan “aura sakral” ketika melakukan penilaian terhadap hasil karya ogoh-ogoh. Mimik wajahnya pun biasanya saja ketika menerima penyambutan.
Pada lokasi penilaian terakhir di wilayah Kecamatan Sukasada, yakni di Banjar Giriloka, Desa Pancasari, Selasa, (8/3). Juri dan Tim Pemprov Bali tertegun menyaksikan prosesi upacara mesolahan yang dilakukan oleh Sekeha Teruna Teruni (STT) Giri Kusuma di depan karya ogoh-ogohnya. Aura sakral sangat kental menyelimuti lokasi penilaian lomba, sampai-sampai tidak ada satu pun yang memalingkan pandangan dari sesolahan yang dilakukan secara bergantian itu.
Sesolahan yang dilakukan STT Giri Kusuma bersama tokoh adat setempat adalah Sang Hyang Penyalin, yang merupakan salah satu tradisi sakral di Desa Pancasari.Pada perlombaan ogoh-ogoh kali ini, STT Giri Kusuma mengusung tema Sang Hyang Penyalin, sehingga tradisi sakral mesolahan Sang Hyang Penyalin wajib dilakukan.
Dalam synopsis Sang Hyang Penyalin dijelaskan bahwasannya pada rahina tilem sasih kaenem, warga Desa Pancasari menggelar upacara “Pecaruan Nangluk Merana” yang di dalamnya berlangsung sesolahan sakral Sang Hyang Penyalin dengan iringan gamelan tektekan berkeliling desa. Pada intinya, tradisi sacral Sang Hyang Penyalin tersebut bertujuan untuk memohon kerahayuan masyarakat agar terhindar dari bencana besar dan hal-hal negatif lainnya.
Saat sesolahan Sang Hyang Penyalin berlangsung, rotan yang dipegang oleh tokoh adat dan STT Giri Kusuma itu bergerak sendiri, memang terlihat nyata seolah-olah rotan itu memiliki roh. Seketika seluruh juri dan tim Pemprov Bali tertegun, namun tidak bagi warga Desa Pancasari yang sudah terbiasa menjalani tradisi itu. Salah satu tim Pemprov Bali saat itu juga diberikan kesempatan melakukan aksi mesolahan Sang Hyang Penyalin. Dari mimik wajahnya terlihat jelas kagum, heran bercampur takut juga karena merasakan langsung getaran rotan yang dipegang. Rotan ini panjangnya sekitar 3 meteran dengan lonceng dan jahitan janur menggantung diujungnya.
Berselang beberapa menit, tokoh adat kembali mengambil alih sesolahan Sang Hyang Penyalin itu untuk kemudian dilakukan prosesi upacara terakhir. Seketika aura mistis hilang usai sesolahan berakhir dan dewan juri melanjutkan melakukan penilaian ogoh-ogoh Sang Hyang Penyalin karya STT Giri Kusuma. (Agst).