Memaknai Kepahlawanan di Era Saat Ini: Perjuangan, Kerja Keras dan Pengabdian dalam Tantangan Global

Admin bulelengkab | 10 November 2025 | 104 kali

Bulan November sering disebut sebagai bulan pahlawan, karena identik dengan kisah heroik para pejuang bangsa yang berani mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan Indonesia. Namun, di tengah kehidupan modern yang serba digital dan cepat berubah, muncul pertanyaan: bagaimana cara memaknai kepahlawanan di era kini?


Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Namun, makna kepahlawanan tidak berhenti pada masa lalu. Bagi generasi muda, semangat itu justru perlu diterjemahkan dalam tindakan nyata sesuai dengan tantangan zaman, mulai dari bidang pendidikan, sosial, hingga teknologi.


Hal itu disampaikan oleh Ketua Pengurus Cabang Pemuda Panca Marga (PPM) Kabupaten Buleleng, Dra. Ni Made Cantiari, dalam program Obrolan Bersama Narasumber (OBRAS) di salah satu radio swasta di Singaraja, Jumat (7/11/2025). Menurutnya, Hari Pahlawan bukan hanya tentang mengenang pertempuran fisik, tetapi juga tentang melanjutkan nilai perjuangan, kerja keras, dan pengabdian dalam kehidupan sehari-hari.


“Memaknai Hari Pahlawan di era modern ini tidak hanya sebatas mengenang jasa para pahlawan di masa lalu, tetapi juga meneruskan semangat perjuangan mereka dalam bentuk yang relevan dengan tantangan zaman sekarang,” ujarnya.


Cantiari menyoroti fenomena anak-anak yang sejak usia dini sudah akrab dengan gadget. Menurutnya, situasi ini menuntut peran orang tua sebagai “pahlawan keluarga” yang harus mampu menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan pembentukan karakter.


“Saat ini sering kita temui balita sudah main gadget dengan alasan orang tuanya sibuk bekerja. Tentu ini akan memengaruhi karakter anak, bisa menyebabkan kecanduan dan mengikis rasa nasionalisme,” jelasnya.


Sebagai solusi, ia mengajak keluarga dan lembaga pendidikan untuk mulai menanamkan nilai-nilai kepahlawanan melalui cara yang menyenangkan. Misalnya, membacakan cerita rakyat Bali yang penuh nilai moral, mengadakan lomba mesatua di sekolah, atau membuat konten edukatif di media sosial yang menanamkan semangat cinta tanah air.


“Dari anak-anak, kita ajarkan mereka melalui mesatua atau cerita-cerita lokal yang memiliki nilai karakter. Selanjutnya, di usia remaja arahkan pada kegiatan ekstrakurikuler yang membentuk disiplin dan kepemimpinan, dan saat dewasa ajak mereka aktif di organisasi kepemudaan agar mampu menjaga nasionalisme,” imbuhnya.


Generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan nilai kepahlawanan. Bagi mereka, menjadi pahlawan bukan berarti harus berperang di medan laga, tetapi berani menghadapi tantangan zaman dengan integritas dan semangat berkontribusi.


Pihaknya berharap, semangat kepahlawanan dapat terus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan karakter di sekolah dan keluarga. “Bangsa ini akan kuat jika generasi mudanya punya jiwa pahlawan jujur, tangguh, disiplin, dan peduli. Tidak harus menjadi pahlawan besar, cukup jadi pahlawan bagi lingkungan sekitar,” ujarnya.