Salah satu oleh-oleh khas yang bisa dibawa pulang ketika berkunjung ke Singaraja, Bali adalah Jaje Senggait Gula Pedawa. Meskipun kini bermunculan berbagai camilan kekinian, jajanan tradisional ini masih digemari, baik oleh masyarakat desa maupun kota. Meski sempat sulit ditemukan di pasar, Jaje Senggait tetap memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat karena cita rasanya yang khas yang merupakan perpaduan antara gurih dan manis.
Kegurihan jaje ini berasal dari ubi jalar sebagai bahan utama, sementara rasa manisnya didapat dari Gula Pedawa, gula aren khas Desa Pedawa yang sudah terkenal karena rasa dan aromanya yang unik, dikenal oleh masyarakat Bali, wisatawan domestik, hingga mancanegara.
Demi memenuhi kerinduan masyarakat akan jajanan ini, para pelaku UMKM di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng mulai kembali memproduksinya. Selain bertujuan meningkatkan ekonomi, produksi ini juga menjadi cara melestarikan Gula Pedawa sebagai identitas khas masyarakat Pedawa yang mulai terlupakan.
Wayan Sariasih, seorang ibu rumah tangga asal Desa Pedawa, yang berhasil mengubah hobi membuat jajanan tradisional menjadi peluang bisnis. “Awalnya ide bisnis ini datang dari anak pertama saya, namun karena dia bekerja sehingga tidak bisa memproduksi sendiri. Akhirnya saya ditawari ide untuk membuat sendiri, mungkin karena melihat latar belakang saya yang juga sering menjual jajanan tradisional kepada tetangga dekat rumah jika ada hari raya,” jelasnya.
Sebagai ibu rumah tangga yang ingin membantu perekonomian keluarga, apalagi di tengah situasi ekonomi yang penuh tantangan, ia memanfaatkan keterampilannya dalam membuat jajanan tradisional menjadi sumber pendapatan tambahan. Tak hanya itu, Ibu Sariasih juga berharap ke depan bisa memberdayakan ibu-ibu lain di sekitarnya agar ikut serta dalam produksi.
Meski sudah ada beberapa warga yang memproduksi jaje senggait, sebagian besar masih menjual di warung lokal atau desa tetangga. Melihat potensi ini, ia bersama anaknya mulai memikirkan strategi agar produk ini bisa dipasarkan ke luar desa. Terinspirasi dari camilan modern seperti pie susu yang menjadi oleh-oleh khas Bali, ia memutuskan mengurus Nomor Izin Berusaha (NIB) dan sertifikasi industri makanan, agar produknya bisa dipasarkan di toko oleh-oleh dan outlet modern.
Dengan memanfaatkan nama besar Gula Pedawa yang sudah dikenal luas, Ibu Sariasih optimistis bahwa Jaje Senggait produksinya bisa diterima lebih luas. Promosi dilakukan bersama keluarga, dan kini produknya sudah tersedia di toko modern, restoran, kedai kopi, hingga tempat wisata.
Ia juga ingin memperluas kerja sama dengan para pelaku usaha serupa di Pedawa, bukan sebagai pesaing, melainkan sebagai mitra usaha. “Astungkara ida sesuunan ane ada di Gunung Sari Pedawa maang merta uli dini. Jaja senggait ene kal lais naunina nang anae,” ucapnya sambil mencetak adonan sebagai ungkapan syukur atas berkah Tuhan yang berstana di Desa Pedawa, dengan harapan produk ini laris dan diterima masyarakat.
Proses produksi yang dilakukan Ibu Sariasih sangat mengutamakan kualitas. Mulai dari pemilihan ubi jalar berkualitas, penggunaan Gula Aren asli tanpa pengawet, hingga pemakaian minyak goreng premium. Kebersihan alat, proses pencampuran, pencetakan, hingga pengemasan diperhatikan dengan cermat agar hasilnya konsisten dan sesuai standar.
Tingkat kematangan juga menjadi kunci rasa. Api tak boleh terlalu besar, dan waktu menggoreng pun harus pas agar rasa manis dan gurih dari perpaduan ubi dan gula tetap seimbang. Dibutuhkan keahlian khusus dalam menentukan takaran yang tepat agar rasa khas tetap terjaga. Keunikan utama terletak pada dominasi rasa manis Gula Pedawa yang membedakannya dari jajanan sejenis.
Agar tetap bertahan dan bersaing, kualitas rasa menjadi hal utama yang harus dijaga. Selain itu, strategi seperti pengemasan modern, pemahaman pasar, dan branding yang kuat juga menjadi kunci. Namun, keberlanjutan produksi tetap sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku, terutama Gula Pedawa.
Saat ini, Ibu Sariasih masih memperoleh gula dari para pengrajin lokal yang masih melakukan proses ngiris (mengambil nira aren). Meskipun harga gula pedawa cukup tinggi, ia tidak ingin mencampurnya dengan gula lain demi menekan biaya. Bagi Ibu Sariasih, menjaga cita rasa dan kualitas adalah hal yang utama.
Sayangnya, produksi Gula Pedawa menurun akibat banyaknya pohon aren yang beralih fungsi, meski desa ini dikenal sebagai penghasil gula aren berkualitas. Namun, setelah ditetapkan sebagai bagian dari program The Spirit of Sobean oleh Pemkab Buleleng, kesadaran masyarakat mulai meningkat. Pada 2023, pemerintah desa bersama komunitas pecinta alam pun melakukan revitalisasi pohon arenukan hanya untuk menjaga tradisi dan nilai ekonomi, tetapi juga sebagai bagian dari pelestarian ekosistem.
Lewat kebangkitan usaha berbasis lokal dan pelestarian bahan baku, masyarakat Pedawa kini menaruh harapan besar yakni agar Jaje Senggait Gula Pedawa tak hanya menjadi kebanggaan lokal, tetapi juga ikon oleh-oleh khas Bali yang mendunia. (Ag)