Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kabupaten Buleleng terus mendorong masyarakat, khususnya pelaku UMKM, penggiat seni, dan pencipta inovasi lokal, untuk segera mendaftarkan karya maupun produknya agar memperoleh sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Ajakan ini disampaikan Kepala Brida Buleleng, Ketut Suwarmawan, dalam dialog “Obras” di salah satu radio swasta di Singaraja, Selasa (25/11).
Suwarmawan menegaskan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya mendaftarkan HKI terus meningkat, namun masih perlu didorong lebih masif. Ia mengungkapkan bahwa Brida baru saja menerima 34 sertifikat HKI. Jumlah pendaftaran HKI di Buleleng sendiri menunjukkan kenaikan signifikan, yaitu tahun 2022 hanya 2 produk, tahun 2023 meningkat 33, tahun 2024 menjadi 39, dan melonjak menjadi 75 pada tahun 2025.
Menurutnya, banyak masyarakat baru merasa perlu mendaftarkan HKI ketika produk atau merek mereka ditiru atau bahkan sudah didaftarkan oleh pihak lain. “Jangan sampai kita sudah pasarkan produk, capek promosi, tapi yang terkenal justru orang lain karena mereka yang daftarkan duluan. Ini pentingnya kita daftarkan sejak awal,” tegasnya.
Ia mencontohkan potensi lokal yang kini tengah diperjuangkan untuk mendapat perlindungan HKI, seperti komoditas pertanian di Lemukih dan beberapa wilayah lain. Upaya ini dilakukan melalui kolaborasi bersama Kementerian Hukum dan HAM. Dampaknya akan sangat besar, produk semakin dikenal, dan daerah juga ikut diakui.
Suwarmawan juga menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu sungkan untuk datang ke Bruda karena seluruh proses pendaftaran akan difasilitasi, termasuk pendampingan saat terdapat nama atau logo produk yang tidak memenuhi ketentuan. “Kalau nama umum pasti ditolak. Kalau logonya mirip kita bantu sesuaikan. Jadi jangan ragu,” ujarnya.
Tidak hanya UMKM, Brida juga mendorong karya seni dari berbagai sanggar serta inovasi teknologi tepat guna (TTG) untuk didaftarkan. “Inovator jangan diekspos dulu sebelum didaftarkan. Ini perlindungan awal yang wajib dilakukan,” tegasnya.
Suwarama menambahkan bahwa ekosistem inovasi di Buleleng tidak bisa dibangun sendiri. Karena itu Brida melibatkan akademisi, media massa, serta berkolaborasi lintas organisasi perangkat daerah (OPD). “UMKM kita bersinergi dengan Disdaperinkop, pertanian dengan Dinas Pertanian, termasuk menggandeng kampus seperti Undiksha, Panji Sakti dan lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, secara teknis, Analis Kebijakan Ahli Muda Brida Buleleng, Putu Adhy Indra Saputra Wicaksana menyampaikan bahwa sebagian besar pendaftar HKI saat ini berasal dari pelaku UMKM dan seni. Proses pengajuan dilakukan mulai dari pendampingan, pengecekan ke Kemenkumham, hingga perbaikan nama atau logo jika terdapat kesamaan. Sosialisasi juga rutin dilakukan secara offline dan online. “Kalau ingin cepat tahu atau konsultasi cukup chat kami. Kalau mau lebih intens, silakan datang ke Brida,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa kurangnya pengetahuan menjadi kendala utama. Namun setelah mengalami kerugian akibat produk ditiru, masyarakat mulai menyadari pentingnya perlindungan HKI. “Semua daerah punya potensi warisan budaya. Tinggal kita petakan, gali, dan daftarkan,” ujarnya.
Melalui upaya ini, diharapkan semakin banyak produk dan inovasi Buleleng yang terlindungi, sehingga tidak hanya meningkatkan citra dan daya saing daerah, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi para inovator.
“Kami siap memfasilitasi. Jangan ragu, segera daftarkan produk dan karya Anda. Hak cipta adalah perlindungan dan kebanggaan kita bersama untuk membangun Buleleng,” tutupnya.