Dasar bahwa pikiran sebagai yang terutama dimohonkan maka kita mesti memuliakan hari suci Tumpek Landep sebagai salah satu hari suci yang sangat penting untuk hal ini. Ketajaman pemikiran inilah yang akan mampu menjadikan manusia pada posisi yang jelas seutuhnya. Manusia yang mengetahui sekaligus menjalankan apa yang ia ketahui, mampu menggunakan ketajaman pikiran untuk usaha yang bertujuan untuk mempermudah hidup.
"Inilah yang menghasilkan ciptaan teknologi untuk kemudahan. Segala apa yang ada ini adalah karena tajamnya pikiran memandang sesuatu. Kita tahu bunga memang indah, tetapi jika tidak manusia yang memelihara dan ‘membaikan’ bunga maka bukan keindahan yang diperoleh tetapi justru sebaliknya. Kita tahu mobil adalah hasil dari pemikiran tajam, pesawat, dan benda lainnya, namun jika salah menggunakan maka juga akan mendapatkan masalah dengan hal tersebut,"jelas Ida Bagus Teguh Piadnyana, S.Fil.H selaku Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buleleng, Jumat, (21/2).
Lebih lanjut dipaparkan bahwa pada saat Tumpek Landep adalah hari dimana ada dua hal yang mestinya dilakukan yaitu Pujawali Bhatara Siwa, dan beryoganya Sang Hyang Pasupati. Memang ini dibedakan sebagai bentuk kewenangan beliau di alam semesta ini. Dipujanya Bhatara Siwa sebagai bentuk penganugerah kasih dan kekuatan kepada manusia, rasa syukur kita lakukan dengan melakukan pemujaan di Sanggar atau Merajan masing-masing.
Ditegaskan oleh Ida Bagus Teguh yang akrab disapa Jik Teguh ini, hal yang perlu kita pahami, bahwa selama ini yang melakukan pemujaan di hadapan mobil, motor, dan benda mewah lainnya adalah keliru sebab dalam teks suci ini kita sudah diharapkan melakukan pemujaan di Sanggah, bukan tempat lainnya yang mampu mengurangi makna baik dalam hari suci Tumpek Landep.
Diterangkan oleh Jik Teguh, dalam lontar Sundarigama berikut sebagai bahan pijakan memaknai Tumpek Landep : “kunang ring wara landep, saniscara kliwon, pujawalin Bhatara Siwa, mwah yoganira Sang Hyang Pasupati, pujawalinira Bhatara Siwa tumpeng putih kuning adanan, iwak sata putih, sarupane wenang, gerang, terasi bang, sedah woh aturakna ring sanggar. Yoganira Sang Hyang Pasupati, sesayut pasupati, sesayut jayeng perang, sesayut kusuma yudha, suci , daksina, peras ajuman, canang wangi, tadah pawitra , reresik astawakna ring sarwa dewa lalandep ing aperang, kalinggania ikang wang, apasupati landeping idep, samangkana lekasakna sarwa mantra wisesa, dhanur dara, uncarakna ring bhusana ning paperangan kunang, minta kasidhian ring sang Hyang Pasupati.
"Arti bebasnya : Juga pada wara Landep, yaitu hari Caniscara Kliwon, adalah puja wali Bhatara Çiwa, dan hari saat beryoganya Sang Hyang Pasupati. Adapun untuk pujawali Bhatara Çiwa, ialah : Tumpeng putih kuning satu pasang, ikannya ayam putih, dan boleh juga sebulu (berbagai warna), Gerang, terasi merah, pinang dan sirih, dan banten itu dihaturkan di Sanggah,"ucapnya.
Adapun yoganya Sang Hyang Pasupati (Hyang Widhi dalam wujud Raja Alam semesta), ialah :
Sesayut jayeng perang, sesayut kusumayudha, suci, daksina peras, canang wangi-wangi, untuk memuja bertuahnya persenjataan. Demikian juga menurut ajaran dalam hubungannya dengan manusia ialah hal itu untuk menjadikan tajamnya pikiran, karena hal yang demikian patut dilaksanakan dengan puja mantra sakti pasupati, ilmu tentang persenjataan, juga dalam bhusana untuk dimohonkan kesidhian kepada Sang Hyang Pasupati.
Ditekankan lagi, apa sebenarnya maksud dari ketajaman pikiran (manah) untuk penguatan diri? Ini sesungguhnya untuk menjawab bahwa pada saat Tumpek landep adalah keliru kita melakukan pemujaan terhadap benda-benda mewah penyerta kehidupan berupa mobil, motor, sepeda, isi perabotan dapur, sebab itu adalah bagian dari kesejahteraan yang akan lebih tepat dilakukan pada saat Hari Suci Tumpek Kuningan. Landeping idep itulah sesungguhnya yang ditekankan pada saat Hari Suci yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku landep ini. Tajamnya pemikiran bisa kita lihat dengan tajamnya kecerdasan atau utamanya pemikiran untuk melakukan segala sesuatu yang utama. Cerdas memandang sebuah persoalan dengan penuh pertimbangan baik dan buruk serta sadar untuk melakukan kebaikan itu sebagai laku hidup buka laku yang ada pada angan-angan, sebab dewasa ini banyak orang pintar tetapi tidak cerdas, tidak tajam untuk mengurai permasalahan dengan budaya laku yang baik. Artinya banyak yang pintar yaitu tahu akan kebenaran tetapi menyimpang pada tataran perilakunya.
Jik Teguh dalam kesimpulannya, Pikiranlah sebagai pijakan baiknya perbuatan dan perkataan. Symbol berbagai sarana upakara seperti sesayut adalah pengejawantahan bahwa dalam kehidupan ini kita sangat mengharapkan tajamnya pikiran untuk berperang dalam hidup. Berperang melawan kebodohan (avidya) dan berperang melawan musuh dalam diri kita sendiri atau Sad Ripu." Rahajeng Rahina Suci Tumpek Landep, dari anugerah ketajaman, menuju pengampunan, dan hasilnya adalah kekuatan diri,"tutupnya.(wd)