Ajang terbesar bagi para penulis di Kota Singaraja kembali diselenggarakan pada tahun ini. Yaitu, Singaraja Literary Festival (SLF) 2025. Pada gelaran kali ketiga ini, "Buda Kecapi" menjadi tema yang diusung.
Pembukaan resmi diadakan di Gedung Sasana Budaya, pada Jumat malam (25/7). Para hadirin disambut oleh suasana magis dan khidmat yang didominasi dengan pencahayaan berwarna putih dan ungu muda. Rahina Tilem yang gelap seakan melengkapi nuansa khusyuk pagelaran pada malam itu.
Inisiator SLF sekaligus pendiri Yayasan Mahima Indonesia, Kadek Sonia Piscayanti, mengemukakan alasan di balik tema yang dipilih itu.
"Buddha Kecapi bermakna energi penyembuhan bagi semesta. Ini adalah sebuah tema lontar yang kami acu," jelasnya.
Setiap tahun pihaknya mengacu pada tema lontar. Berdasarkan lontar-lontar yang ada di Gedung Kirtya. 10 tema ke depan telah dipetakan untuk penyelenggaraan SLF hingga 10 tahun mendatang.
"Kenapa kami memilih lontar? Karena Singaraja memiliki Gedung Kirtya, perpustakaan lontar tertua di Bali, yang memiliki koleksi lebih dari 2000 lontar," imbuh Sonia.
Sonia melanjutkan, selama ini lontar hanya dikaji dari sisi akademik. Tetapi di festival ini, di Singaraja Literary Festival, pihaknya mengalih-wahanakan lontar ke berbagai bentuk seni, seperti karya sastra, teater, musik, film.
"Kami memiliki keyakinan bahwa jika lontar dialihwahanakan, generasi muda bisa mengaksesnya dengan lebih bervariasi," demikoan Sonia.
Pada kesempatan itu, hadir Wakil Bupati Buleleng Gede Supriatna dan Direktur Pengembangan Budaya Digital, Ditjen Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Andi Syamsu Rizal.
Wakil Bupati yang akrab disapa Supit itu, menyampaikan dukungan penuh terhadap SLF 2025. Pasalnya, ajang ini menjadi tanda kebangkitan sastrawan di Kabupaten Buleleng dan bahkan di Bali dan Indonesia. Supit mengilas balik Kota Singaraja pada waktu silam menjadi tempat lahirnya sastrawan kawakan yang mendunia.
"Kota Singaraja, yang dulu pernah memiliki seorang sastrawan yang cukup dikenal, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di mancanegara, yaitu Anak Agung Panji Tisna, beliau adalah sastrawan kebanggaan kita di Singaraja," ungkapnya.
Supit mengungkapkan tiga tahun yang lalu, pada awal pelaksanaan Singaraja Literary Festival, dirinya menyaksikan sebagian besar masyarakat masih pesimis terhadap kegiatan yang diinisiasi oleh teman-teman Yayasan Mahima itu.
"Namun dengan keseriusan dan juga kecintaan Yayasan Mahima terhadap sastra, serta keinginan dan motivasinya untuk membangkitkan sastra di Kabupaten Buleleng, kini kegiatan ini telah berjalan tiga kali dan tentu menjadi kebanggaan kita semua," tutup Supit. (can)