Esensi Hari Suci Pagerwesi "Sadar Hati, Pagar Diri yang Sejati"

Admin bulelengkab | 12 Februari 2025 | 106 kali

Hari suci Pagerwesi adalah hari suci Hindu yang jatuh setiap 210 hari menurut sistem wariga hari suci Pagerwesi adalah perpaduan dari Urip Budha Kliwon dan wuku Pagerwesi. Pelaksanaan evoria Pagerwesi memiliki nilai yang sangat harmoni di lingkungan masyarakat namun perayaan hari Pagerwesi tidak sama di masing-masing daerah. 


"Jika kita melihat sejarah bagaimana konsep Pagerwesi yang selalu diagungkan khususnya di daerah Buleleng adalah bentuk sebuah penghormatan bagaimana kehidupan kita di zaman Hindia Belanda. Buleleng adalah pusat ibukota yang disebut dengan Sunda kecil di sanalah berjaya masa kerajaan ibarat pemerintahan yang memegang tampuk kekuasaan. Demikian disampaikan pembahasan Luh Irma Susanthi S.Sos,.M.Pd. selaku Koordinator penyuluh agama Hindu Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng di ruang kerjanya, Selasa, (11/2) dalam  terkait esensi Hari Suci Pagerwesi.


Lebih jauh dijelaskan, peta perkembangan geografis untuk Buleleng Timur berkembang ajaran Siwa Pasupata yang mengagungkan Siwa sebagai pusat setiap ritual dan teknik persembahan untuk menyeimbangkan Tri Guna dalam esensi Satwika, Rajasika dan Tamasika,  sedangkan di Buleleng bagian barat berkembang ajaran Buddha Mahayana yang mengedepankan kasih sayang dalam memuliakan Sang Pencipta,  sejarah tersebutlah terdapat sebuah local genius bagaimana Buleleng warga masyarakatnya merasa merayakan hari suci Pagerwesi layaknya hari suci Galungan karena di sini ada evoria bahwa hari suci Pagerwesi adalah bentuk penghormatan kepada Sang Hyang Pramesti Guru dalam bentuk kemampuan untuk mengendalikan  emosi atau mengekang Sad Ripu, Sapta Timira dalam diri dengan pengendalian diri yang dikenal yang dilaksanakan secara simbol memotong hewan, selain untuk menyeimbangkan unsur juga untuk membantu meningkatkan derajat hewan yang kita gunakan dalam konsep memuja dan memuliakan dalam karma yoga yang umat laksanakan. 


Pagerwesi merupakan hari suci umat Hindu yang memberi ruang untuk mampu memagari diri secara sekala dan niskala dengan ilmu pengetahuan. Pagerwesi berasal dari kata pager (pagar) dan wesi (besi), yang melambangkan pertahanan diri dengan ilmu pengetahuan dan spiritualitas agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif.


"Hari ini berhubungan erat dengan peringatan Saraswati, di mana setelah menerima ilmu pengetahuan, manusia harus menguatkan dirinya agar tidak tersesat dalam kebodohan dan kesesatan (ajñana). Pagerwesi juga memiliki nilai sejarah yang sangat diagungkan yaitu penghormatan Sunda Kecil," terangnya.


Diungkapkan oleh Irma, bahwasannya di kawasan Sunda Kecil (Bali, Nusa Tenggara, dan sekitarnya), Pagerwesi telah lama dikenal sebagai hari pemujaan kepada Sang Hyang Pramesti Guru (manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Guru Agung). Pada masa kerajaan-kerajaan Hindu di Nusantara, khususnya di Bali dan Buleleng, perayaan Pagerwesi memiliki akar yang kuat dalam ajaran Siwa Siddhanta, di mana Siwa Guru dianggap sebagai sumber kebijaksanaan tertinggi.


Di Buleleng, Pagerwesi memiliki makna khusus sebagai hari besar keagamaan yang lebih menekankan pada kekuatan spiritual dan perlindungan diri, mengingat sejarah daerah ini yang kaya akan pengaruh intelektual dan spiritual dari para Brahmana dan Bhujangga Waisnawa.


Dikatakan selanjutnya, perayaan Pagerwesi di Buleleng sangat khas dan penuh makna. Pagerwesi di Buleleng dirayakan dengan berbagai tradisi unik, seperti: Pelaksanaan upacara di Pura Jagatnatha Singaraja dan pura-pura desa untuk menghormati Sang Hyang Pramesti Guru. Pemujaan leluhur melalui persembahyangan di merajan atau sanggah dan banyak kita lihat antusias warga mengunjungi setra untuk membawa punjungan untuk harmonisasi dengan para Pitara sesuai dresta masing masing.


Kesimpulannya ujar Irma, Pagerwesi adalah momentum untuk menyadarkan hati dalam bentuk sebuah pagar diri bagaimana setiap umat manusia khususnya generasi-generasi muda Hindu kita mampu untuk mengimplementasikan ajaran-ajaran luhur dari leluhur Nusantara kita dalam sikap pengendalian diri yang mengedepankan nilai yang terkandung dalam Tri Hita Karana bagaimana kita menjaga kelestarian alam kepedulian kita kepada lingkungan kepedulian kita kepada sesama dan kepedulian kita kepada Sang Pencipta dari sebuah rutinitas di mana kita mampu untuk selalu memagari diri dengan mengedepankan ajaran-ajaran ilmu pengetahuan sebagai benteng kita untuk selalu ada di jalan Dharma.


"Pagerwesi bukan hanya sekadar perayaan rutin, tetapi merupakan momentum untuk memperkuat benteng spiritual, sebagaimana Arjuna dipandu oleh Sri Krishna dalam pustaka suci Bhagavad Gita. Perayaan yang khas di  Buleleng adalah bentuk indahnya keberagaman,perayaan ini memiliki corak khas dengan ritual dan tradisi yang kaya, mencerminkan upaya masyarakat dalam menjaga warisan leluhur dan memperkuat spiritualitas di tengah perubahan zaman," tutupnya.(wd)